Laman

One Day Care


Only One Day on 8th Weeks

Orang bilang “keberuntungan pun butuh ketrampilan”. Jadi, setelah delapan minggu keajaiban terjadi disekelilingku dalam berbagai bentuk, tentu saja termasuk ketika sudah bisa menapak dengan satu kaki dan berjalan hilir mudik seperti setrika dengan satu tongkat, toh sembulan warna putih yang disebut “tulang yang dicangkok” sekitar 1 centimeter, tetap merupakan ancaman serius.

Jadi, dokter Wien memutuskan. “kita akan melakukan ini, ini dan itu, jadi kira-kira akan seperti ini….sehingga dia akan melingkar dan bertemu disini” penjelasan yang hampir pasti tidak bisa kumengerti di kertas resep obat yang melingkar-lingkar itu langsung kuiyakan. Bukankah dokter Wien lebih tau segalanya. Ha ha, iya juga, untuk saat ini tidak ada pertanyaan bertubi-tubi selain “percayakan semua pada dokter Wien” apalagi katanya “ini hanya operasi kecil, tidak perlu menginap” Siappppp….

Begitu, pagi-pagi jam 06.00 (ini jadwal bangun paling pagi yang pernah kulakukan di Bali dalam masa penyembuhan ini), Sue dan Jamie yang akan mengantar sudah bangun, mandi mempersiapkan kamera dan duduk sarapan, siap berangkat bahkan sangat semangat berangkat ke rumah sakit hingga lupa kalau saya masih meringkuk dalam selimut ha ha ha. Baiklah, puasa jam 12 malam membuatku baru bisa tidur jam 2. Tentu saja bukan karena rencana operasi hari ini, lebih karena over exciting pasca terima berita dari Dede soal project Sophia dan karena Boys Over Flower. What??ha ha ha…I will not tell you this.

Cepat-cepat mandi, lalu rombongan kecil berangkat seperti sedang mau piknik saja. Jammie menggantung dua gelas besar teh hangat ditangannya. Sue sibuk dengan kameranya. Saya hampir praktek mau berlari kecil. Yana dan Nyoman (supir baru saudara Oka) sibuk dengan barang bawaan.

Jam 09.00 berjalan menelusuri lorong rumah sakit, Sue masih saja sibuk dengan kameranya, sementara saya menelpon ibu Irma dan arfik yang bercerita tentang perkembangan sekolah perempuan, juga cici yang mengorganisir rencana program eco-tourism dengan Pey. Tiba di bagian untuk operasi, kami berempat pasang taruhan. Sue, 30 menit. Saya, 15 menit. Yana, 25 menit dan Jammie 55 menit. Itu waktu tebakan berapa lama dokter akan menyelesaikan operasi ini. Katanya operasi kecil. Jadi jika tiga operasi besar sebelumnya hanya dikerjakan dalam waktu satu jam, mengapa operasi ini bisa lebih dari 15 menit. Kira-kira begitu pikirku.

Lalu, perawat rumah sakit sangat bersemangat mengantarku ke ruang isolasi untuk operasi (well, saya menyebutnya ruang isolasi karena hanya mereka yang punya penyakit yang masuk disini.ssttt….saya punya penyakit patah hati hi hi). Ruangan ini lucu. Mirip bangsal. Ada 5 orang di dalam ruang dengan pakaian pasien, siap dioperasi. Seragam putih. Ahya, yang warna hijau hanya lantai bangsa, seragam perawat. Sementara dinding dan plafon berwarna putih. Sangggggaaaattt dingin.bbbrrrrrrrrrrr………ini masalah besar bagiku. Pakaian pasien penyakitan berwarna putih yang membungkus badanku untung lumayan besar sehingga seperti memakai sarung saja, tetapi tetap saja saya membutuhkan selimut. Saking dinginnya saya tidak mau tidur dan hanya duduk meringkuk sambil memperhatikan gerombolan perawat yang rupanya saling berdiskusi tentang apa yang dilakukan terhadap masing-masing pasien ini.

Belum ada yang menghampiri saya lagi setelah saya bilang lupa membawa rontgen kaki dan para perawat terlalu takut untuk memberi infus ke saya tanpa rontgen. Jadi waktu luang ini menarik untuk digunakan mencoba menebak kira-kira perawat mana yang naksir atau jatuh cinta dengan perawat lain, atau dokter. Hei…pemikiran menarik bukan???Ada satu orang perawat yang menarik. Pakai kacamata. Dia kelihatan serius ketika berbicara dengan seorang perawat cewek lainnya. Ini seperti scene Greys Anatomy ha ha…

Tiba-tiba dari ruang sebelah, nampak seorang anak berpakaian pasien dengan infus ditangan kirinya senyum-senyum berjalan dikawal dua perawat. Tiga menit berikutnya, anak kecil yang kemudian kuketahui bernama Goga itu (wiihhh….tambah dua huruf lagi jadi namaku) terlibat bincang-bincang denganku. Mengapa tidak, ruangan membosankan ini (setelah tidak bisa menebak apakah ada cerita menarik dibalik gerombolan berseragam hijau itu) paling tidak anak kecil ini bisa berteman denganku sesame “korban” jarum suntik dan bius. Ini sudah kedua kali Goga dioperasi, umurnya 8 tahun tapi dia have no idea apa penyakitnya. Dia ditemani oleh orang tuanya diluar ruang isolasi. Katanya tidak merasakan sakit tapi dia harus sering datang ke rumah sakit. Hmm…menarik. Saya masih mau bertanya lagi ketika kami diinterupsi oleh suster perawat dan lima menit kemudian, 6 perawat dua dokter bergantian datang melihatku. Ini aneh.Kenapa suasananya jadi lebih serius dibandingkan operasi sebelumnya. Bukankah ini operasi kecil??

Saya terpaksa digiring ke ruang operasi khusus setelah tidak seorangpun perawat di ruangan itu cukup berani memasang infus dilenganku karena saya lupa membawa rontgen. Cool…rumah sakit ini punya lorong ruangan yang bagus dan menarik dengan pemandangan perawat dokter saja yang bersliweran didalamnya.Sangat terasa perbedaannya dengan rumah sakit lainnya dimana saya pernah menginap (ha ha ha…sekaligus pengakuan kalau saya cukup penyakitan untuk bisa menginap di berbagai rumah sakit *sigh*). Rumah sakit ini benar-benar rumah sakit, saya bahkan tidak melihat pengunjung di bagian dalamnya. Jadi, ada pemisahan ruangan atau wilayah dimana bisa dijangkau oleh pengunjung dan hanya oleh perawat dan dokter. Lorongnya panjang. Sampai kemudian tiba di ruang nomor lima.

Dengan semangat “operasi kecil” saya memasukinya dengan senyum-senyum. Percaya, saya sudah terlalu sering melewati prosedur ini sehingga hampir hafal urutannya. Jadi, saya memutuskan untuk mencari teman didalam ruang operasi nantinya…

Ruang nomor lima. Disebelah kiri lorong yang dilewati. Begitu memasukinya, langsung terasa perbedaan yang lain. Ruanganya ini sangat penuh dengan teknologi dan mewah. Berukuran sekitar 4 x 6 meter, bersih. Terasa seperti di ruangan rumah sakit di film-film yang ditonton (mungkin karena banyak peralatannya). Tidak mau pengalaman kesepian di operasi sebelumnya terjadi, saya mencoba berkomunikasi.

Hah??satu menit kemudian…..

saya akhirnya berpikir dokter Wien bercanda ketika mengatakan ini operasi kecil. Lalu mengapa butuh 15 orang dalam satu ruangan ini untuk menangani kaki ini?empat dokter (sudah termasuk dokter Wien), perawat, tukang pegang bius (???) tukang pegang peralatan, tukang melihat monitor ???mungkin ada yang khusus melihat lampu. Ini jelas bukan operasi kecil ketika tiba-tiba seorang dokter perempuan (haikkkk…..akhirnya menemukan dokter perempuan!!!) menjelaskan prosedur yang akan dilakukan.
Tangan kiri direntangkan, dibantu alas khusus berwarna hitam, jarum dimasukkan diawasi 3 orang. 1 orang dibagian atas kepala memegang sebuah masker yang kelihatannya beruap. Dia menjelaskan. “kita akan membius anda dengan gas”Whattttttt the F?????heiiii……serius!!ini luka kecil!tidak seperti kemarin yang tiga jenis operasi!!lubang tulangnya hanya se-inci!!come on!! Rencana untuk memprotes eh tidak bertanya gagal ketika tangan yang kanan juga direntangkan, di atas alas khusus. Dua orang yang lain memegang sesuatu untuk direkatkan di tangan, salah satunya meminta ijin merekatkan dua buah sesuatu yang berwarna putih di bagian tulang dada.
Well, guys. Ini tidak kelihatan seperti operasi kecil.

Tiga orang lainnya dibagian kaki sedang berusaha mengamati bentuk kaki hasil garapan sebelumnya. Mereka sedang berbicara dalam bahasa alien (karena saya tidak tau apa yang mereka bicarakan). Beberapa kali selimut diangkat untuk melihat kaki yang akan jadi lading garapan mereka, dan setiap kali diangkat saya langsung berakting kedinginan. Sumpah. Bukan akting. Ruangan ini minta ampun dinginnya. Seperti di musim salju saja…oke..oke…saya memang belum tahu musim salju seperti apa dinginnya, tapi kira-kira begitu…oke????

Tiga orang yang lain disamping sebelah kiri sedang duduk mencatat sesuatu. Saya tidak mau lagi berusaha ingin tau dia sedang mencatat apa. Ini membingungkan. Seperti sedang dalam suasana yang mmmm..….menarik..!!

Tujuh menit setelah dalam ruangan itu (saya tau persis karena ada jam besar di depan mata yang dipasang, bukankah saya hendak memastikan berapa menit dokter akan berdansa dengan kakiku?) seseorang mengatakan “kita akan mulai ya non. Berdoalah”
Wow, seseorang sedang membuat lelucon aneh disini. ..

Lalu

Blammmmmmmmmmmmmmm………….
……..

Saya rasa tidak ada mimpi (tidak seperti sewaktu operasi usus buntu di Jogja, saya seperti mimpi sedang di air terjun bersama seseorang yang sedang memainkan gitar…gubrakkkksss…)

Ruangan isolasi menyambut bukaan mataku. Saya sudah di luar ruangan operasi, sekarang di ruang isolasi sebelumnya. Sedikit malas membuka mata, membiarkan kesadaran berada didalam pikiranku dulu sebelum menyebar keseluruh badan. Tepatnya sebelum rasa sakit luar biasa yang selalu saya alami pasca operasi tulang mulai menari-nari disetiap syaraf yang saya miliki.

Menunggu kira-kira 10 menit sebelum benar-benar membuka mata. Hanya tinggal saya sendiri disitu. Di sudut ruangan besar. Para perawat nampak sedang bercakap-cakap di kejauhan.

Duapuluh menit kemudian…belum terasa apa-apa di kaki?hm, apa butuh satu jam ya?
Penasaran, saya mengangkat kaki. Hei, terangkat…dan..tidak sakit.
Perawat mendekat “apa kabar”

“berapa lama saya di operasi, suster?”
(terbayang dunkin donat yang menjadi subyek taruhan)
Si suster menatapku, heran. Lalu kembali sibuk dengan peralatan medis, sambil menjawab singkat:

“dua jam, non”
……………………………………….

Step Project : One Day Care untuk satu inci tulang; dua jam operasi; peralatan operasi terlengkap; bius gas…Dan, dokter Wien berkata : “ini operasi kecil”. Suster perawat melengkapi : “setelah tigapuluh menit ini sudah boleh pulang”


*picture: from www.daycarecentre.com.au

Tidak ada komentar:

Posting Komentar