Laman

Lokapala


Day 5 - 20 May

Sue, sepertinya sudah memiliki rincian misi penyelamatan kaki. Termasuk di hari ketika dokter dan perawat rumah sakit hijau secara resmi mengusir keluar diriku. “saya punya teman orang Inggris, namanya Jhon, badannya besar. Karena jalan ke rumah sangat sempit dan terjal maka, if you don’t mind, dia akan mengangkatmu” Wow. Yah, itu satu-satunya yang alasan yang membuatku berpikir keras hingga tulang-tulang yang baru saja merasa sebagai teman di dalam sana seperti salinng berpelukan tidak mau dipisah, takut jatuh. Sementara para dedagingan yang rasanya sudah lengket mulai meregang, takut terpisah karena salah gerak.

“Don’t worry, we already think of you to arrive in home with save” Sue memastikan lagi. Berpikir panjang tidak baik, maka mengangguklah sambil bilang “awesome, thank you”. Keluarga baruku di sini memang luar biasa memikirkannya.

Danginger dan Tulanger


Day 3 - 18,19 May

“well, done, Love, setelah mendengar semua opini seluruh sistem dalam badan dan merasakan sendiri kebutuhan perpindahan mereka kemari, kami semua di wilayah ini memutuskan untuk menerima transmigrasi daging dan tulang dengan baik di wilayah ini. Kami tidak akan meneror mereka, tidak akan ada nada perang hanya karena mereka berasal dari wilayah yang berbeda. Jangan bandingkan dengan Amerika Serikat dan Amerika Selatan. Seluruh negara bagian tubuhmu sudah memproklamasikan kemerdekaan untuk mendiami wilayah yang berbeda dari asalnya, asal tidak menggusur yang lain, seperti para pencaplok tanah di tanah-tanah petani di Negara Indonesia ” begitu hasil sidang tertutup nun jauh di dalam sana. Tulang yang lebih muda praktis langsung berkenan dengan kedatangan tulang lain yang katanya juga hampir seusia dengannya. Sementara yang lebih tua masih awalnya mempersoalkan budaya yang menyertai para pendatang ini. Namun semua sepakat bahwa yang sudah tidak produktif harus segera disingkirkan sebelum mempengaruh semua isi dalam sistem mereka. Maklum, sebelum mereka dibongkar bangkir di ruang hijau, mereka hampir kehabisan oksigen dan darah dan bukan tidak mungkin mengikuti jejak teman lainnya yang perlahan menghitam dan busuk.

Yogurt


Selasa, 17 Mei 2011

270 hari

Day 1 – Step Project

Dunia ini luas sekaligus sempit rasanya. Rasa pada lidah berbeda bukan tidak mungkin karena asal negaranya. Yang jelas kebutuhannya sama. Rasa lapar. Juga untuk kesehatan. Nah yang kedua ini yang mendesak lidahku untuk tidak mau mau, eh mau tidak mau harus merasakan cairan agak kental berwarna putih seperti warna putih di Microsoft word yang biasanya. Hm, mungkin lebih putih dari itu. Seingatku dulu, waktu SMU, semua warna putih adalah cool. Itu sebelum saya lebih dekat dengan hijau. Bukan hanya menandakan kalau warna putih itu suci seperti yang biasanya di doktrin oleh banyak penggemar pemakna warna tapi juga karena rasanya kalau memakai putih itu bersinar. Tapi cairan kental ini pernah saya dengar berulang kali kalau ada acara masak-masak di televisi, tapi belum pernah berani mencoba.

Sue, si penyebab penyerta semua ini (kita akan bicara tentangnya nanti berulang) bilang, tentu saja dalam bahasa Inggris :”yogurt itu pro biotik. Akan membantu

Puisi Tengah Malam


Steps Project - a day of surgery

still in Thursday, May 12, 09.00 pm

Malam pertama, bisa dipastikan seluruh penghuni rumah sakit hijau itu menginginkan pasien di kamar sepuluh untuk KELUAR!!! Jeritan dan teriakan sejak pukul 09.00 pm sampai pukul 05.30 am terlalu panjang untuk kisah horror yang beberapa periode perfilman Indonesia merajai bioskop. Para perawat di ruang Ayodya itu bukan tidak mungkin trauma mendengar dering telepon hampir setiap sepuluh menit. Yana, si kemenakan sudah ikut menangis. Kali ini bukan hanya tidak tahan dengan teriakan dan tangisan pilu tapi juga karena tangannya berulangkali ditarik dan digigit tanpa ampun. Hampir berdarah.Belum.

Meskipun berulangkali memastikan bahwa mereka sudah menambahkan dosis ekstra melalui tangan maupun infuse yang bergelantungan di atas kepala, mereka harus bolak-balik, bergantian mendatangi kamar. Sebagian datang sekedar memastikan bahwa mereka mendengar jeritan, atau yang lain datang memegang-megang infuse memastikan semua berjalan lancar, atau berbicara sejenak. Tidak ada yang mau mendengarkan permohonan yang disertai air mata

Donut


Step Project - A day of surgery

Thursday, 12 May 2011, 17.07

“Makan yang banyak” itu pesan paling asyik yang selalu ditunggu-tunggu pasca operasi atau ketika dalam keadaan sakit. Hobi makan memang sudah anugerah yang mengimbangi bentuk tubuhku yang kecil, lucu dan pendek ini dengan aktivitas seluruh tubuh yang kadang sering sulit berhenti kalau sudah punya ide. Pernah juga sempat berpikir keras ketika banyak orang keheranan dengan porsi makan yang tidak sesuai dengan badanku. Senjata jawaban akhirnya ditemukan dan dalam sejarahnya berhasil membungkam semua orang yang berniat menjahili niat makanku yang besar. Bapak angkatku, George, seorang penulis dan peneliti blasteran Belanda dan Semarang, kesekian kalinya bertanya: “kemana semua makanan yang masuk dalam tubuhmu” Seperti biasanya, menjawab pertanyaan dari seorang George harus dengan jawaban yang sekiranya tidak akan memperpanjang percakapan selama dua jam kemudian. Setelah memutar mata mencari akal, dengan tanpa kata, jari telunjuk mengarah pasti ke bagian atas agak tengah antara dua alis. Senyum puas langsung mengembang ketika George bereaksi dengan menggeleng-gelengkan kepala tanda kalah. Sejak itu George bahkan melarang orang-orang di dekatnya untuk bertanya yang sama. Jangan coba-coba, dia punya jawaban mematikan.

Aha, makanan tradisional daerahku, Dui, berada di urutan nomor satu makanan kesukaan. Hm, rasanya semua makanan di desaku adalah makanan paling terbaik di muka bumi. Tentu saja susah untuk mencari makanan itu di pulau dewata yang rasanya

Orkestra di Ruang Hijau


the surgery day......

Thursday, May 12 2011


Hari pertama di semua peristiwa selalu punya perasaan yang tidak karuan. Hari kelima pasca operasi, infus-infus penyangga stabilitas tubuh, suntikan penentu kedalaman rasa nyeri, resmi dicabut. Tubuh (dan tentu saja kaki) yang baru saja berkenalan satu sama lain dipaksa untuk beradaptasi lebih cepat dari yang dibayangkan. Semua serba cepat dan diluar dugaan di rumah sakit hijau ini.

Saya bukan pendukung salah satu calon presiden 2008 yang punya slogan lebih cepat lebih baik. Tentu saja bukan pendukungnya, apalagi ketika si calon presiden sekaligus pengusaha besar PT. Bukaka Hydropower and Consulting Engineering yang menguasai tanah, udara, dan air di Sulawesi ini dengan cerdasnya telah menggunakan konflik Poso sebagai pintu masuk perusahaannya untuk mewujudkan ambisi pribadinya. Bukan hanya bukan pendukungnya tetapi juga menjadi pihak berlawan bagian depan dengan rencananya yang akan mengeruk tanah-tanah di Sulawesi, mentang-mentang bergelar Tokoh Perdamaian gara-gara Pertemuan Politik Perdamaian di Malino itu. Jadi, meskipun bukan slogan, tapi cepat dan berhasil baik itu terasa sangat dalam misi penyelamatan kaki.

Cinta dalam Satu Kaki..


Monday, 16 Mei 2011

Awalnya tentang satu kaki dan tiga orang.

Satu kaki yang menuntun pada cinta. Patah, berlubang, menghitam, tidak dapat digunakan. Tapi tetap bisa disebut kaki. Setidaknya begitu. Dua tahun lalu, mobil pembawa penggembira partai terlalu bersemangat mengejar setoran, menyeret dan menginjak seperti saat tebu diperas untuk mendapatkan gula.Dua dokter di dua rumah sakit menyampaikan keputusan “tidak ada yang dapat kita lakukan untuk menyelamatkannya”. Amputasi. Dua hari, si kaki ditunggui agar si empunya kaki bisa menghela napas panjang dan berkata : Baiklah kalau begitu.

Tapi tidak. Satu kaki memilih punya cerita yang lain.

Menempuh jutaan kilometer,rupiah untuk empat kali operasi, puluhan jenis obat, teknik-teknik yang katanya mumpuni. Si kaki dengan sedemikian hingga seperti menyusun puzzle lalu….. ta da…! Kekasih menghidupi. Kepercayaan dibentuk. Mimpi tentang keluarga tidak lagi jauh dari bayangan.Tak ada lagi jarak dengan buah hati. Rencana disusun. Bekerja diraih. Misi dikerjakan. Tapi lagi, satu kaki ingin cerita yang berbeda. Seperti ingin berbisik halus yang menggema hingga di relung :”kapan kamu belajar?”

Ubud, 2011. Satu kaki ini tidak lagi mau hanya pelengkap. Sekedar dibilang kaki. Ingin kehidupan. Seminggu sebelumnya. Empat dokter dan para ahli dibidangnya kali ini terdengar seperti Guntur dari medan elektromagnetik yang sangat besar di saat hujan yang tanpa ampun membawa banjir “tulang ini, daging ini, sudah mati”