Laman

Home to You


Days on Seventh Weeks

Jazz, is perfect. Jenis music ini selalu bisa menemani semua perasaan yang pernah atau sedang dimiliki. Seperti dihipnotis rasanya seluruh persendian, saraf dan darah dalam tubuh untuk bergerak, menggoyangkan badan. Mengarahkan pikiran dan perasaan lebih nyaman pada tubuh dan keadaan apapun. Bahkan ketika sedang patah hati. Atau sedang sangat gembira.

Saat ini bukan jazz, tapi dekat denganya. Ah,tidak terlalu peduli karena kemudiankKepala mengangguk-angguk kiri dan kanan seperti dibawa angin yang pagi ini cukup bersahabat. Bahu mulai terangkat pelan-pelan mengiyakan anggukan kepala. Pinggang tak mau ketinggalan merasakan semua alunan yang keluar dari ruang kotak kerja ajaib milik Sue. Perasaan ikut bernyanyi, mengikuti apapun yang hari ini dirasakan.

Ah, tak tik tuk tuk tuk tak tak tak…tiba-tiba kaki kiri sudah bergoyang menyambut semua perasaan yang muncul bersamaan dengan lagu “home to you”.

Who is Yin,Why is Yang


One Day on Seventh Weeks

Seperti Yin dan Yang, begitu kira kira istilah keseimbangan digambarkan banyak orang. Saya ingin protes keras tapi kemudian, baiklah, setidaknya begitu gambarannya sekarang. Kaki menapak sudah lebih lancar, bahkan sedikit lebih lincah.Tapi hal lain mengikuti. Bukan, bukan soal rasa sakit di kaki. Lebih serius dari itu …(tanya:apa ada yang lebih serius dari rasa sakit di kaki?)

Di minggu kedua bersentuhan dengan bumi, dr. Wien membolehkan tambahan 5 kg lagi untuk berat beban di kaki. 10 kg. Jangan tanya bagaimana saya bisa menghitung 10 kg tepat di beban kaki. Mengikut kata dr. Wien “dirasakan saja bebannya” Jadi bukan dihitung tapi dirasakan. Like it.

Harus mengaku dengan senang hati saya sangat payah soal hitung-hitungan. Pernah (ini pengakuan yang memalukan tetapi bolehlah untuk menghibur kelanjutan tulisan ini), saking parahnya soal hitungan, gelar juara kelas dinodai dengan satu warna merah di raport. Fffhhhhhh….waktu itu (untungnya, he he..ini memalukan benar) yang penting adalah juara satu bukan angka di dalam raport. Nilai pelajaran sosial yang tinggi berhasil menutup angka merah di pelajaran matematika. Kecerdasan saingan (dulu masih disebut saingan, tapi mungkin karena dia saingan makanya waktu itu saya menyukainya ha ha ha,gubrakss) yang nyaris sempurna di nilai matematika tidak mampu menandingi jumlah keseluruhan nilai yang digabung. Dengan selisih 2 angka saja, saya tetap didaulat juara. Senang-senang saja waktu itu, soalnya berhasil mengalahkan “saingan” he he. Setelah kuliah saya baru menyadari betapa lucu dan memalukannya dan mungkin satu-satunya di Indonesia, seseorang disebut juara dalam kondisi seperti itu.

Menapak Mimpi-mimpi


Days on Sixth Weeks

Alam selalu punya cara yang tidak diduga menyambut setiap perasaan orang. Atau merayakan peristiwa yang terjadi. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Lokapala, taman berukuran 1 are ini menjadi tempat favorit. Waktu itu bahkan sudah membayangkan bagaimana rumput hijau yang selalu rapi akan menjadi tempat berdansa yang sempurna. Udara yang hangat, tentu saja karena berada jauh dibawah garis katulistiwa jika dibandingkan dengan daerah kelahiranku, dan musim yang tepat menyertai proses awal tarian diujung-ujung jari kaki.

Jika biasanya rintik hujan menyambut pagi dan matahari nampak malu menghangatkan bumi, hari kedua sejak kaki menyentuh bumi terasa sangat menyenangkan. Matahari mau berbagi energi panasnya menghangatkan kaki sedetik keluar dari teras. Udara yang hangat bertiup melingkari dinginnya badan. Kucing-kucing menatapku penasaran ingin tahu apa yang berbeda. Katak-katak yang tersebar di berbagai sudut taman, ikan yang menari-nari di kolam kecil samping istana Lilo dan jendela kamar seperti berhenti sejenak beraktivitas, mendengar suara kecil tapak kaki. Bukan, bum….bum….bumm….ah itu suara kaki raksasa dalam dongeng sebelum tidur. Tak tik tak tik tak tik…ssssrrrrrrrrr…..