Laman

Secret Garden

Days on Seventh Weeks..and another weeks

Baca,masak ada dalam daftar urutan teratas hal-hal yang ingin dilakukan saat sibuk, saat ada waktu luang, saat kapanpun. Mimpi-mimpiku yang dulu dan sekarang berawal dari membaca. Memasak selallu menjadi bagian dari proses meramu rasa, lalu membaginya untuk orang-orang terkasih. Ahh…..membaca selalu bisa membuat bahagia. Dan, memasak selalu bisa mengekspresikan perasaan apapun. Sejak dulu (sebelum operasi) juga sekarang, itu tidak berubah.

Satu lagi. Menonton. Kalau yang ini bonus. Bonus yang mengasyikkan. Mengasyikkan seringkali membuat lupa kalau sedang sibuk atau sedang patah hati. Untung hampir tidak membuat lupa saat terapi. Tentu saja bukan menonton televisi Indonesia yang sarat dengan adegan aneh,tidak masuk akal, penuh kekerasan, membual, kosong, bulshit. Saya anti kotak kaca. Bagiku televisi sebuah proses pembodohan sistematis yang kekuatannya dashyat. Ini setelah jaman Si Doel Anak Sekolahan dan Keluarga Cemara yang penuh

Home to You


Days on Seventh Weeks

Jazz, is perfect. Jenis music ini selalu bisa menemani semua perasaan yang pernah atau sedang dimiliki. Seperti dihipnotis rasanya seluruh persendian, saraf dan darah dalam tubuh untuk bergerak, menggoyangkan badan. Mengarahkan pikiran dan perasaan lebih nyaman pada tubuh dan keadaan apapun. Bahkan ketika sedang patah hati. Atau sedang sangat gembira.

Saat ini bukan jazz, tapi dekat denganya. Ah,tidak terlalu peduli karena kemudiankKepala mengangguk-angguk kiri dan kanan seperti dibawa angin yang pagi ini cukup bersahabat. Bahu mulai terangkat pelan-pelan mengiyakan anggukan kepala. Pinggang tak mau ketinggalan merasakan semua alunan yang keluar dari ruang kotak kerja ajaib milik Sue. Perasaan ikut bernyanyi, mengikuti apapun yang hari ini dirasakan.

Ah, tak tik tuk tuk tuk tak tak tak…tiba-tiba kaki kiri sudah bergoyang menyambut semua perasaan yang muncul bersamaan dengan lagu “home to you”.

Who is Yin,Why is Yang


One Day on Seventh Weeks

Seperti Yin dan Yang, begitu kira kira istilah keseimbangan digambarkan banyak orang. Saya ingin protes keras tapi kemudian, baiklah, setidaknya begitu gambarannya sekarang. Kaki menapak sudah lebih lancar, bahkan sedikit lebih lincah.Tapi hal lain mengikuti. Bukan, bukan soal rasa sakit di kaki. Lebih serius dari itu …(tanya:apa ada yang lebih serius dari rasa sakit di kaki?)

Di minggu kedua bersentuhan dengan bumi, dr. Wien membolehkan tambahan 5 kg lagi untuk berat beban di kaki. 10 kg. Jangan tanya bagaimana saya bisa menghitung 10 kg tepat di beban kaki. Mengikut kata dr. Wien “dirasakan saja bebannya” Jadi bukan dihitung tapi dirasakan. Like it.

Harus mengaku dengan senang hati saya sangat payah soal hitung-hitungan. Pernah (ini pengakuan yang memalukan tetapi bolehlah untuk menghibur kelanjutan tulisan ini), saking parahnya soal hitungan, gelar juara kelas dinodai dengan satu warna merah di raport. Fffhhhhhh….waktu itu (untungnya, he he..ini memalukan benar) yang penting adalah juara satu bukan angka di dalam raport. Nilai pelajaran sosial yang tinggi berhasil menutup angka merah di pelajaran matematika. Kecerdasan saingan (dulu masih disebut saingan, tapi mungkin karena dia saingan makanya waktu itu saya menyukainya ha ha ha,gubrakss) yang nyaris sempurna di nilai matematika tidak mampu menandingi jumlah keseluruhan nilai yang digabung. Dengan selisih 2 angka saja, saya tetap didaulat juara. Senang-senang saja waktu itu, soalnya berhasil mengalahkan “saingan” he he. Setelah kuliah saya baru menyadari betapa lucu dan memalukannya dan mungkin satu-satunya di Indonesia, seseorang disebut juara dalam kondisi seperti itu.

Menapak Mimpi-mimpi


Days on Sixth Weeks

Alam selalu punya cara yang tidak diduga menyambut setiap perasaan orang. Atau merayakan peristiwa yang terjadi. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Lokapala, taman berukuran 1 are ini menjadi tempat favorit. Waktu itu bahkan sudah membayangkan bagaimana rumput hijau yang selalu rapi akan menjadi tempat berdansa yang sempurna. Udara yang hangat, tentu saja karena berada jauh dibawah garis katulistiwa jika dibandingkan dengan daerah kelahiranku, dan musim yang tepat menyertai proses awal tarian diujung-ujung jari kaki.

Jika biasanya rintik hujan menyambut pagi dan matahari nampak malu menghangatkan bumi, hari kedua sejak kaki menyentuh bumi terasa sangat menyenangkan. Matahari mau berbagi energi panasnya menghangatkan kaki sedetik keluar dari teras. Udara yang hangat bertiup melingkari dinginnya badan. Kucing-kucing menatapku penasaran ingin tahu apa yang berbeda. Katak-katak yang tersebar di berbagai sudut taman, ikan yang menari-nari di kolam kecil samping istana Lilo dan jendela kamar seperti berhenti sejenak beraktivitas, mendengar suara kecil tapak kaki. Bukan, bum….bum….bumm….ah itu suara kaki raksasa dalam dongeng sebelum tidur. Tak tik tak tik tak tik…ssssrrrrrrrrr…..

Tarian di Ujung Kaki


Sixth Weeks

“Seluruh alam semesta seakan-akan menari di telapak kaki. Sedetik setelah menyentuh basah tanah”.

****
Tahu bagaimana rasa tanah setelah hanya bisa mencium baunya selama 2 tahun? Ini kabar keajaiban yang terus berlangsung. Sesuatu sedang bergerak dalam urat-urat syaraf ditelapak kaki pada pukul 08.23, minggu ke 5 hari ke 38.

Hanya rumput, semut, katak, kucing, juga matahari yang nampak malu , pagi itu jadi saksinya. Bahkan lilo saja masih tidur. Yana sibuk di dapur, sue masih tidur, jane sedang dengarkan music klasik di kamar mandi. Seluruh alam semesta seakan menari-nari di telapak kaki sedetik setelah menyentuh basah tanah.

Dosis


Days on Recovery Process

Jadwal kunjungan ke dokter menjadi menyenangkan tentu saja karena setiap berita yang mengikutinya dalam pertemuan itu membuat napas lebih panjang. Ini menjadi lebih semacam liburan setiap minggu setiap kali jadwal itu tiba. Kali ini bukan hanya karena dapat melihat jalanan tetapi juga memenuhi selera mata dan memanjakan perasaan. Kurang lebih. Maklum, waktu berkunjung mengingatkanku pada semua kesempatan yang pernah dilalui sebelum dua tahun yang lalu. Perjalanan selalu menyenangkan karena bertemu dengan banyak orang dan mengekplorasi diri untuk belajar.

Jalan yang dilalui selalu sama sejak minggu kedua pasca operasi. Villa Lokapala menuju Rs. Sanglah. Jalan yang ditempuh 1,5 jam itu membutuhkan variasi yang tidak murah namun menyenangkan.

Dating


Days on Fourth Weeks

Untuk setiap mereka yang berada di satu tempat pada hari yang sama atau setidaknya pada perhitungan waktu yang tepat di sepanjang jalan Ubud-Denpasar akan melihat seorang perempuan menggunakan kruk dikawal saudaranya, melewati, singgah, berkepentingan di tempat yang sama untuk kepentingan yang sama.

Minggu pertama dan minggu kedua pasca operasi, setiap tiga hari sekali mengunjungi dokter Wien. Minggu pertama kunjungan banyak percakapan soal tahapan pemulihan. Tidak ada yang terlalu bisa dilakukan secara teknis selain berjalan seperti dua tahun yang lalu, dengan dua tongkat. Selebihnya menyerahkan pada tumbuhan, ikan, segala jenis rempah dan tentu saja obat-obatan untuk membantu mengeringkan luka di dalam maupun menyambung daginger dan tulanger. Masih basah di sekitar wilayah transmigrasi baru. Setiap tiga hari sekali mengecek perkembangan penutupan. Obat-obatan diminum tiga kali dalam sehari, dan berdosis tinggi, lima macam (membuat perutku lebih kenyang dengan obat daripada makanan, untung ada yogurt yang membuat percaya diri bahwa dosis obat tidak membunuh semua bakteri, termasuk si bakteri baik :-)

Somewhere Over The Rainbow


One day in fourth weeks

Baling-baling fan besar yang tergantung di tengah kamar itu memantul di dinding putih menimbulkan bayangan hitam bergerak. Membantu focus mataku yang tak bisa terpejam. Juga membantu membuatku berpikir hal apa saja yang tiba-tiba bermunculan. Daripada kosong. Sandy Sandhoro cukup membantu dengan kekuatan vocal kuat namun bernapas tak berdaya bilang tentang end of the rainbow, tapi yang teringat syair The Wizard of Oz. Entah ini sudah hari keberapa. Bisa saja saya menghitung ulang, agar pikiran bisa diingatkan bahwa tanggal berlalu cepat, dan semuanya akan baik-baik saja pada akhirnya.tapi tidak ada gunanya. Hanya saja dada sesak, ditutup dengan sakit perut tidak karuan. Kaki baik-baik saja. Secara teknis kedokteran.

Meskipun sudah dua hari ini melewatkan embun dan sinar matahari. Sulit mencari alasan. Mengapa. Tidak adil menyalahkan “Cinderela’s Sister” made in korea yang berseri-seri itu. Hanya ingin pulang. Atau paling tidak melewati malam ini agar cepat pagi.

World Within


Days on third weeks

Masih sangat ingat tiga bulan pasca kecelakaan adalah masa-masa yang mengerikan untuk jiwa dan pikiranku. Bukan saja badan. Tidak ada yang bisa dilakukan. Bahkan terlalu takut untuk melanjutkan berpikir, terasa seperti berada dalam kotak hitam kecil. Sudah kecil, hitam pula. Pekat. Kemudian seseorang dengan penuh kasih dan sangat serius menerima menjadikan kotak hitam kecil itu menjadi lebih berwarna dan sedikit lebih luas untuk bernapas. Bahkan melanjutkan hidup. Sophia yang masih sangat kecil, selalu ingin digendong, selalu ingin ditemani dan ingin bermain membuatku merasa menempatkannya dalam penjara anak-anak.

Itu, dua tahun yang lalu. Sebuah awal dari kehidupan baru yang kemudian mengantar pada detik catatan ini. Juga sebuah titik yang mengantarkan pada semangat yang melampaui keberadaan fisik. Mengabaikan kondisi kaki yang berlobang, dan hitam, membawanya berkeliling. Seringkali lupa bahwa kaki ini masih saja tetap kaki yang butuh tanah untuk meletakkannya. Tongkat terasa lebih bersahabat dua tahun kemudian. Sophia bukan satu-satunya alasan meskipun dia selalu yang menjadi satu-satunya alasan.

Manik-manik


Third Week

Pernah seseorang mengatakan (mungkin sekali mengutip kitab) dalam dialog di film “Segala sesuatu ada saatnya. Ada saat berduka, ada saat bergembira.Nikmati saat itu. Karena segala sesuatu tepat pada saatnya, indah pada waktunya”

Minggu ketiga pasca operasi, tidak pernah ada penyesalan bahwa waktu itu adalah sekarang. Bagaimanapun sebelumnya terasa berat dan egois hanya memikirkan satu kaki ini untuk dibawa khusus dalam pemulihan dan terapi sementara Sophia sedang senang-senang menggunakan lipstick diseluruh wajahnya, merengek minta kuteks, membujukku dengan jari telunjuknya sambil berkata serius “satu aja,mama” saat tahu ada permen di tas, ketika dia baru saja bisa mengeja huruf dan angka hampir fasih meskipun belum pernah kuajari serius, bersemangat menggambar di papan,kursi,dinding,karpet,kertas,buku atau mata berbinar seperti bintang ketika bermain masak-masak meniru gayaku memasak sambil berulang-ulang berkata “ Oppie bikin ini untuk mama ya. Supaya mama cepat sembuh”. Lalu, saat dia penuh semangat berlari-lari kecil mengambilkan tongkat “Oppie saja mama, Oppie saja ambil untuk mama”

Tentang 24 x 1 menit


Hari-hari berjalan selalu dalam lingkar 24 jam. Pernah berusaha menemukan sejarah bagaimana penemuan 24 jam ini begitu mempengaruhi kehidupan setiap satu orang. Bahwa setiap satu hari yang 24 jam itu sekarang menjadi hitungan tetap bagi satu kaki yang sedang berjuang. Bahkan dihitung oleh Sophia dalam bentuk pertanyaan “berapa lama”, atau pernyataan “ kenapa lama sekali”

Tidak pernah membayangkan bahwa masa-masa di minggu kedua hari-hari 24 jam ini menjadi terasa sangat bersemangat tapi juga bersamaan dengan itu terasa lebih dari 24 jam. Setiap pagi adalah menyenangkan kaki. Memastikan visualisasi dan pain drain membantu proses yang sedang berjalan di dalam sana. Mandi, jadi aktivitas paling sulit. Dan menikmati matahari selalu menyenangkan. Dikelilingi orang-orang yang menganggap keluarga meski sibuk dengan urusan masing-masing. Merindukan yang hanya bisa diatasi dengan telepon. Mendengar suara dalam dua puluh atau lebih sedikit terasa membuat 24 jam jadi tidak lagi berat.

Manuscript Celestine


First day on Second Week

Manuscript Celestine
. Buku ini yang pertama mengajariku bergerak dalam alam semesta. Meskipun banyak perdebatan mengenai buku ini, setidaknya saya telah lahap memakannya pada tahun-tahun pertama kuliah. Selahap memakan Dunia Sophie. Kegilaan sekaligus bentuk. Mengantar pada pada Plato “ The Republic”, Thomas Moore’s “ Utopia” Voltaire “ Candide” bahkan Karl Marx “The Communist Manifesto” Tapi seri ini tidak ingin berbincang tentang buku lain yang disebutkan terakhir. Nanti saja ada waktunya.

Tidak pernah ada yang namanya kebetulan. Setidaknya itu salah satu kata kunci di buku pertamanya. Sangat ingat waktu itu sangat bersemangat mengetahui apapun yang ada didepan mata, yang didengar oleh telinga atau yang sempat dirasakan. Kelompok Tikar Pandan, gabungan anak muda dari berbagai latarbelakang identitas agama dan suku di Jogjakarta telah membawaku hingga pada detik ini. Ah, iya tentu saja bukan hanya dari sejak bergabung dengan segerombolan orang gila yang senang bercengkrama dengan filsafat dan rajin berkumpul di rumah Romo Mangunwijaya yang sederhana dan memberi aura inspiratif itu. Namun sejak awal ketika pilihan-pilihan dilakukan.

Selera Kampung

Day 9 - Second Week

Sering mendengar kata banyak orang, termasuk dr. Wien, bahwa obat yang terbaik adalah semangat. Teknologi adalah alat pendukung, karena itu hal yang kedua setelahnya adalah makanan. Makanan tidak hanya sekedar agar tidak merasa lapar, namun juga mengalirkan kehidupan. Termasuk pada bagian tubuh yang sekarang ini sedang membutuhkan transmisi energi tingkat tinggi.

Mungkin itu sebabnya juga di setiap resep obat yang diberikan, sebelumnya sudah tercetak paten pilihan sesudah atau sebelum makan. Sehingga hanya membutuhkan angka berapa kali dalam sehari di setiap plastik resep obat. Bahwa setiap satu pil obat yang juga pendukung hanya boleh disertai kata makan. Jenis makanan juga penting. Dan cara memasak, selalu bagian paling mengasyikan dan menantang. Terutama di Lokapala.

Eat, Pray and Love


Day 8 – Second week

Sebenarnya rencana awal semua proses ini adalah di Solo. Rumah sakit Solo sudah sejak awal disebut-sebut oleh banyak orang berkaitan dengan rencana. Namun Dika mendorongnya lebih baik dari perencanaan itu dan Sue menjadikannya lebih sempurna dengan semua bantuan, motivasi dan ruang yang ada padanya. Ketika pertama kali divonis oleh Dr. Bobi, seorang dokter akupuntur berpengalaman yang sudah berumur bahwa kaki ini sudah mati dan harus secepat, sangat cepat ditangani agar tidak lumpu, rasa panic melanda. Maka hari-hari dipenuhi dengan kunjungan dari satu dokter ke dokter lain, dari satu terapi ke terapi lain, berharap ada yang menghibur dengan kata yang lain. Tapi tetap saja tidak. Semua mengatakan “ jika tidak sekarang, maka jangan bermimpi”

Perjalanan dari TEDxUbud yang kata Sue berulang-ulang mendapatkan empati dari banyak pihak kemudian membawa langkah kaki ke salah satu terapis terkenal di Ubud yang bersedia memberikan terapi gratis padahal tarifnya luar biasa internasional. Terapi dan perbincangan ini kemudian membawaku secara tidak terduga pada salah seorang pengobat tradisional

Menciptakan

Day 7 - First Week

Tidak pernah ada yang mudah pada tahap-tahap awal memulai. Seringkali hanya berupa khayalan yang membentuk mimpi. Tapi lebih baik daripada tidak. Jadi pagi hari dalam minggu pertama adalah membentuk khayalan menjadi mimpi. Itu saja dulu. Setidaknya kepastian dari dokter dari semua proses perawatan yang ada sejak awal, dan dukungan dari sahabat juga cinta dari kekasih menjadi jaminan awalnya.

Ini dipermudah karena saya sebelumnya sudah pernah belajar tentang teori menciptakan kenyataan berawal dari mimpi dalam konteks rasa sakit di Komunitas Capasitar. Sebuah komunitas yang berorientasi pada proses penyembuhan pertama-tama melalui diri sendiri. Sudah sejak 4 tahun lalu di Jogjakarta, ide-ide dalam Capasitar, terutama Taichi dikenal. Namun lebih banyak dari pengenalan itu adalah sebuah pelarian saat diri harus menanggung beban yang pada akhirnya melahirkan keindahan. Karena itu lebih banyak melakukannya sebagai sebuah penghiburan bukan sebuah proyek.

Jepun


Day 6 - a first week

“Namanya Jepun” kata Bli Ari, si pemilik villa. Tangannya sibuk mengatur tali-tali benang layang-layang di taman. “Jepun akan berbunga setiap saat setelah berotasi” Lanjutnya mendengarku bertanya heran mengenai bentuk lucu pohon itu . Villa Lokapala punya lebih dari sepuluh pohon Jepun.Menurut Bli Wayan setiap orang bali, atau di setiap sudut jalan di Bali pasti akan akan melihat pohon Jepun. Mataku menyapu seluruh keberadaan pohon Jepun di taman. Hanya satu pohon yang kelihatan sedang berdaun hijau, sementara beberapa pohon nyaris botak, atau paling tidak berdaun dua atau tiga. Pagi hari pertama setelah operasi, di istana Lilo,aneh melihat pohon botak dipertahankan di taman asri. Melihatku bengong seperti hendak mengira-ngira sesuatu, Bli Ari yang saat itu sedang berjalan menuju sawah di dekat kolam renang untuk mengaitkan layang-layang berhenti sejenak di dekatkku dan menambahkan ” Memang awalnya kelihatan botak Cuma batang kayu begitu. Lama-lama berganti musim, atau bulan akan keluar daun, hijau semuanya, lebat diseluruh batang itu. Tiba-tiba akan muncul bunga. Harum sekali. Warnanya bisa putih, merah mirip jingga dan kuning. Keharuman bunga pohon Jepun sangat terkenal dan dipakai dalam setiap sesajen atau perayaan di Bali, atau sekedar untuk dekorasi”

Lokapala


Day 5 - 20 May

Sue, sepertinya sudah memiliki rincian misi penyelamatan kaki. Termasuk di hari ketika dokter dan perawat rumah sakit hijau secara resmi mengusir keluar diriku. “saya punya teman orang Inggris, namanya Jhon, badannya besar. Karena jalan ke rumah sangat sempit dan terjal maka, if you don’t mind, dia akan mengangkatmu” Wow. Yah, itu satu-satunya yang alasan yang membuatku berpikir keras hingga tulang-tulang yang baru saja merasa sebagai teman di dalam sana seperti salinng berpelukan tidak mau dipisah, takut jatuh. Sementara para dedagingan yang rasanya sudah lengket mulai meregang, takut terpisah karena salah gerak.

“Don’t worry, we already think of you to arrive in home with save” Sue memastikan lagi. Berpikir panjang tidak baik, maka mengangguklah sambil bilang “awesome, thank you”. Keluarga baruku di sini memang luar biasa memikirkannya.

Danginger dan Tulanger


Day 3 - 18,19 May

“well, done, Love, setelah mendengar semua opini seluruh sistem dalam badan dan merasakan sendiri kebutuhan perpindahan mereka kemari, kami semua di wilayah ini memutuskan untuk menerima transmigrasi daging dan tulang dengan baik di wilayah ini. Kami tidak akan meneror mereka, tidak akan ada nada perang hanya karena mereka berasal dari wilayah yang berbeda. Jangan bandingkan dengan Amerika Serikat dan Amerika Selatan. Seluruh negara bagian tubuhmu sudah memproklamasikan kemerdekaan untuk mendiami wilayah yang berbeda dari asalnya, asal tidak menggusur yang lain, seperti para pencaplok tanah di tanah-tanah petani di Negara Indonesia ” begitu hasil sidang tertutup nun jauh di dalam sana. Tulang yang lebih muda praktis langsung berkenan dengan kedatangan tulang lain yang katanya juga hampir seusia dengannya. Sementara yang lebih tua masih awalnya mempersoalkan budaya yang menyertai para pendatang ini. Namun semua sepakat bahwa yang sudah tidak produktif harus segera disingkirkan sebelum mempengaruh semua isi dalam sistem mereka. Maklum, sebelum mereka dibongkar bangkir di ruang hijau, mereka hampir kehabisan oksigen dan darah dan bukan tidak mungkin mengikuti jejak teman lainnya yang perlahan menghitam dan busuk.

Yogurt


Selasa, 17 Mei 2011

270 hari

Day 1 – Step Project

Dunia ini luas sekaligus sempit rasanya. Rasa pada lidah berbeda bukan tidak mungkin karena asal negaranya. Yang jelas kebutuhannya sama. Rasa lapar. Juga untuk kesehatan. Nah yang kedua ini yang mendesak lidahku untuk tidak mau mau, eh mau tidak mau harus merasakan cairan agak kental berwarna putih seperti warna putih di Microsoft word yang biasanya. Hm, mungkin lebih putih dari itu. Seingatku dulu, waktu SMU, semua warna putih adalah cool. Itu sebelum saya lebih dekat dengan hijau. Bukan hanya menandakan kalau warna putih itu suci seperti yang biasanya di doktrin oleh banyak penggemar pemakna warna tapi juga karena rasanya kalau memakai putih itu bersinar. Tapi cairan kental ini pernah saya dengar berulang kali kalau ada acara masak-masak di televisi, tapi belum pernah berani mencoba.

Sue, si penyebab penyerta semua ini (kita akan bicara tentangnya nanti berulang) bilang, tentu saja dalam bahasa Inggris :”yogurt itu pro biotik. Akan membantu

Puisi Tengah Malam


Steps Project - a day of surgery

still in Thursday, May 12, 09.00 pm

Malam pertama, bisa dipastikan seluruh penghuni rumah sakit hijau itu menginginkan pasien di kamar sepuluh untuk KELUAR!!! Jeritan dan teriakan sejak pukul 09.00 pm sampai pukul 05.30 am terlalu panjang untuk kisah horror yang beberapa periode perfilman Indonesia merajai bioskop. Para perawat di ruang Ayodya itu bukan tidak mungkin trauma mendengar dering telepon hampir setiap sepuluh menit. Yana, si kemenakan sudah ikut menangis. Kali ini bukan hanya tidak tahan dengan teriakan dan tangisan pilu tapi juga karena tangannya berulangkali ditarik dan digigit tanpa ampun. Hampir berdarah.Belum.

Meskipun berulangkali memastikan bahwa mereka sudah menambahkan dosis ekstra melalui tangan maupun infuse yang bergelantungan di atas kepala, mereka harus bolak-balik, bergantian mendatangi kamar. Sebagian datang sekedar memastikan bahwa mereka mendengar jeritan, atau yang lain datang memegang-megang infuse memastikan semua berjalan lancar, atau berbicara sejenak. Tidak ada yang mau mendengarkan permohonan yang disertai air mata

Donut


Step Project - A day of surgery

Thursday, 12 May 2011, 17.07

“Makan yang banyak” itu pesan paling asyik yang selalu ditunggu-tunggu pasca operasi atau ketika dalam keadaan sakit. Hobi makan memang sudah anugerah yang mengimbangi bentuk tubuhku yang kecil, lucu dan pendek ini dengan aktivitas seluruh tubuh yang kadang sering sulit berhenti kalau sudah punya ide. Pernah juga sempat berpikir keras ketika banyak orang keheranan dengan porsi makan yang tidak sesuai dengan badanku. Senjata jawaban akhirnya ditemukan dan dalam sejarahnya berhasil membungkam semua orang yang berniat menjahili niat makanku yang besar. Bapak angkatku, George, seorang penulis dan peneliti blasteran Belanda dan Semarang, kesekian kalinya bertanya: “kemana semua makanan yang masuk dalam tubuhmu” Seperti biasanya, menjawab pertanyaan dari seorang George harus dengan jawaban yang sekiranya tidak akan memperpanjang percakapan selama dua jam kemudian. Setelah memutar mata mencari akal, dengan tanpa kata, jari telunjuk mengarah pasti ke bagian atas agak tengah antara dua alis. Senyum puas langsung mengembang ketika George bereaksi dengan menggeleng-gelengkan kepala tanda kalah. Sejak itu George bahkan melarang orang-orang di dekatnya untuk bertanya yang sama. Jangan coba-coba, dia punya jawaban mematikan.

Aha, makanan tradisional daerahku, Dui, berada di urutan nomor satu makanan kesukaan. Hm, rasanya semua makanan di desaku adalah makanan paling terbaik di muka bumi. Tentu saja susah untuk mencari makanan itu di pulau dewata yang rasanya

Orkestra di Ruang Hijau


the surgery day......

Thursday, May 12 2011


Hari pertama di semua peristiwa selalu punya perasaan yang tidak karuan. Hari kelima pasca operasi, infus-infus penyangga stabilitas tubuh, suntikan penentu kedalaman rasa nyeri, resmi dicabut. Tubuh (dan tentu saja kaki) yang baru saja berkenalan satu sama lain dipaksa untuk beradaptasi lebih cepat dari yang dibayangkan. Semua serba cepat dan diluar dugaan di rumah sakit hijau ini.

Saya bukan pendukung salah satu calon presiden 2008 yang punya slogan lebih cepat lebih baik. Tentu saja bukan pendukungnya, apalagi ketika si calon presiden sekaligus pengusaha besar PT. Bukaka Hydropower and Consulting Engineering yang menguasai tanah, udara, dan air di Sulawesi ini dengan cerdasnya telah menggunakan konflik Poso sebagai pintu masuk perusahaannya untuk mewujudkan ambisi pribadinya. Bukan hanya bukan pendukungnya tetapi juga menjadi pihak berlawan bagian depan dengan rencananya yang akan mengeruk tanah-tanah di Sulawesi, mentang-mentang bergelar Tokoh Perdamaian gara-gara Pertemuan Politik Perdamaian di Malino itu. Jadi, meskipun bukan slogan, tapi cepat dan berhasil baik itu terasa sangat dalam misi penyelamatan kaki.

Cinta dalam Satu Kaki..


Monday, 16 Mei 2011

Awalnya tentang satu kaki dan tiga orang.

Satu kaki yang menuntun pada cinta. Patah, berlubang, menghitam, tidak dapat digunakan. Tapi tetap bisa disebut kaki. Setidaknya begitu. Dua tahun lalu, mobil pembawa penggembira partai terlalu bersemangat mengejar setoran, menyeret dan menginjak seperti saat tebu diperas untuk mendapatkan gula.Dua dokter di dua rumah sakit menyampaikan keputusan “tidak ada yang dapat kita lakukan untuk menyelamatkannya”. Amputasi. Dua hari, si kaki ditunggui agar si empunya kaki bisa menghela napas panjang dan berkata : Baiklah kalau begitu.

Tapi tidak. Satu kaki memilih punya cerita yang lain.

Menempuh jutaan kilometer,rupiah untuk empat kali operasi, puluhan jenis obat, teknik-teknik yang katanya mumpuni. Si kaki dengan sedemikian hingga seperti menyusun puzzle lalu….. ta da…! Kekasih menghidupi. Kepercayaan dibentuk. Mimpi tentang keluarga tidak lagi jauh dari bayangan.Tak ada lagi jarak dengan buah hati. Rencana disusun. Bekerja diraih. Misi dikerjakan. Tapi lagi, satu kaki ingin cerita yang berbeda. Seperti ingin berbisik halus yang menggema hingga di relung :”kapan kamu belajar?”

Ubud, 2011. Satu kaki ini tidak lagi mau hanya pelengkap. Sekedar dibilang kaki. Ingin kehidupan. Seminggu sebelumnya. Empat dokter dan para ahli dibidangnya kali ini terdengar seperti Guntur dari medan elektromagnetik yang sangat besar di saat hujan yang tanpa ampun membawa banjir “tulang ini, daging ini, sudah mati”