Laman

About Life's

"Mama,saya tidak mau mama mati. Nanti kalau mama sudah tua bagaimana?Saya tidak mau mama tua, saya tidak mau mama jadi nenek-nenek, nanti mama mati bagaimana?" menjelang tidur malam, ketika saya baru saja berencana menyanyikannya sebuah lagu, Sophia tiba-tiba mengeluarkan pernyataan yang menjadi awal diskusi berat malam itu. Ini bukan sekali Sophia mengeluarkan pernyataan yang mengharuskan kami diskusi berat sebelum tidur. Saya menyukai pernyataan atau pertanyaan-pertanyaannya karena itu menandakan dia sedang memikirkan sesuatu. Saya bahkan sangat bersemangat untuk menantikan malam ini dia akan menanyakan apa. Biasanya Sophia akan menanyakan sesuatu atau mengeluarkan pernyataan setelah mengalami, melihat atau mengamati sesuatu. Dengan jadwal yang sangat padat sehingga kadang bikin saya merasa bersalah dengannya, percakapan malam hari sebelum tidur menjadi waktu yang berkualitas untuk kami.

Pembicaraan soal mati ini saya duga berawal dari kematian Alexis, anjing kecil yang kami pelihara sejak awal. Sophia sangat menyayangi Alexis dan sering menggendong, membuatkan susu sampai suatu saat Alexis batuk parah dan harus dibawah ke rumah ibu Lina untuk dirawat. Semalam ketika kami baru saja berencana mau mengambil kembali Alexis dari rumah Ibu Lina, dikabarkan kalau Alexis sudah meninggal. Sophia juga mungkin masih mengingat bagaimana mama saya meninggal (neneknya tempat Sophia tinggal bersama satu tahun lebih ketika saya baru mencari nafkah dengan menjadi peneliti dna fasilitator di tahun-tahun awal kedatangan kami di Poso). Saya ingat betul ketika mama dikuburkan, Sophia menangis kuattt sekali disamping saya sambil teriak : nenek...nenekk..! Sejak mama saya meninggal, Sophia juga berulangkali bilang rindu pada nenek yang sudah dikubur.


Setelah membuka percakapan, Sophia mulai terisak-isak. Saya terkejut dan menghiburnya "semua orang di dunia akan mati, tidak ada yang kekal (aduh kenapa pula saya pake kata ini)..Tapi supaya tidak cepat mati, Sophia harus sehat , harus makan banyak sayuran dan ikan" Sophia malah tambah menangis, katanya: "kalau kita semua mati, lalu siapa yang tinggal di rumah ini, barang-barang di rumah bagaimana?siapa yang akan pakai" awalnya saya mau tertawa tapi kemudian menyadari ada sesuatu yang menjadi sejarah pertanyaan ini.Percakapan kami selanjutnya penuh dengan perbincangan aneh yang entah kenapa membuatku malah berpikir mengenai apa yang akan saya lakukan sebelum mati, atau menjadi seperti apa Sophia sebelum mati. Kami membicarakan bagaimana hidup sebelum mati.

Surga dan neraka?tidak ada dalam pembicaraan kami. Ini bukan hidup setelah mati (kalaupun itu benar-benar ada), tapi hidup sebelum mati.

Malam itu Sophia mengajarkanku untuk refleksi, jika saya mati nanti (dan bahwa saya akan mati), apa yang sudah saya lakukan sebelum hidup. Apakah saya sudah cukup mempersiapkan Sophia menghadapi hidup yang pasti akan lebih sulit lagi nantinya. Iya, saya berpikir betapa lebih muda dan indah menjalani hidup kanak-kanak pada masaku yang masih alami tidak tersentuh dengan teknologi dan kehidupan instan. Bagaimana kehidupan sederhana mengajarkan masa kanak-kanak kami lebih menghargai kehidupan. Sophia juga mengajarkanku untuk berpikir tentang apakah sudah ada yang saya lakukan untuk menolong orang lain, memastikan bahwa kehidupan akan terus berlanjut lebih lama , menjamin ada kehidupan damai, ada keadilan. Apakah sudah. Karena jika tidak, saya mungkin akan punya kekuatiran yang sama seperti Sophia : saya tidak ingin mati.

Ya, what will you do with your one wild and precious life?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar