Day 3 - 18,19 May
“well, done, Love, setelah mendengar semua opini seluruh sistem dalam badan dan merasakan sendiri kebutuhan perpindahan mereka kemari, kami semua di wilayah ini memutuskan untuk menerima transmigrasi daging dan tulang dengan baik di wilayah ini. Kami tidak akan meneror mereka, tidak akan ada nada perang hanya karena mereka berasal dari wilayah yang berbeda. Jangan bandingkan dengan Amerika Serikat dan Amerika Selatan. Seluruh negara bagian tubuhmu sudah memproklamasikan kemerdekaan untuk mendiami wilayah yang berbeda dari asalnya, asal tidak menggusur yang lain, seperti para pencaplok tanah di tanah-tanah petani di Negara Indonesia ” begitu hasil sidang tertutup nun jauh di dalam sana. Tulang yang lebih muda praktis langsung berkenan dengan kedatangan tulang lain yang katanya juga hampir seusia dengannya. Sementara yang lebih tua masih awalnya mempersoalkan budaya yang menyertai para pendatang ini. Namun semua sepakat bahwa yang sudah tidak produktif harus segera disingkirkan sebelum mempengaruh semua isi dalam sistem mereka. Maklum, sebelum mereka dibongkar bangkir di ruang hijau, mereka hampir kehabisan oksigen dan darah dan bukan tidak mungkin mengikuti jejak teman lainnya yang perlahan menghitam dan busuk.
Proses sidang diyakini tidak seperti sidang DPR di gedung mewah yang mau diganti lagi dengan fasilitas yang lebih wah yang tidak sebanding dengan aktivitas tidur dan menonton film porno sepanjang sidang menentukan nasib rakyat. Tidak ada lempira kursi, hujatan apalagi intrik. Si pendatang dan penduduk lokal sama-sama mengerti bahwa mereka saling membutuhkan untuk bertahan hidup. Dan terutama untuk membuat mereka bisa menjalankan sistem yang disebut STEP.
Pengertian dan kesepakatan itulah yang menyebabkan malam ketiga menjadi malam yang lebih menyenangkan bagi para penghuni rumah sakit hijau. Tidak ada teriakan apalagi jeritan. Sebaliknya kurang dari empat judul DVD setiap harinya menemani proses adaptasi di dalam sana. Masing-masing saling menyapa hai dan mengatakan “nice to meet you” sesuatu yang juga sering dikatakan oleh foreigner jika mereka pertama kali bertemu. Kata yang mewakili kepercayaan bahwa pertemuan apapun itu mempunyai arti dalam satu sel kehidupan mereka. Sayangnya kata ini jarang sekali keluar dari mulut para Indonesian. Mungkin karena bertemu seseorang darimanapun selalu melihat latar belakangnya apa dan bagaimana. Proses mengenal dan saling mengerti mengantarkan pada memahami fungsi. Lalu menunjukkan letak matinya suplai oksigen dan darah di blok nomor sekian di lingkungan mereka. Bercerita tentang berapa banyak jenis obat untuk mendorong bergeraknya sistem di dalam lingkungan mereka namun ternyata membuatnya malah terlihat buruk. Memperkenalkan si otot yang sudah lama tidur namun terlihat pingsan karena kurang makanan. Menurut jaringan informasi dari si saraf, sebenarnya banyak makanan yang disuplai ke wilayah ini namun tidak bisa menembus ke bagian yang justru membutuhkan karena daerah di blok dan diisolasi oleh para bakteri dan kuman yang jahat dan ingin menghitamkan seluruh area. Mereka sudah pernah juga mengeluh dan memberikan kode-kode morse tetapi si yang dituju punya kesadaran yang lambat dan terlalu sibuk menolong orang lain daripada menolong mereka. Syukurlah sekarang kalian datang. Begitu akhirnya pengertian dijalin. Kerjasama mulai disepakati.
Lupa, adalah hal yang paling menyulitkan semua sistem bekerja dengan baik. Lupa tentang bagaimana. Bagaimana bergerak, bagaimana merasakan. Takut, selalu menyertai Lupa. Tidak heran ketika satu aliran listrik menyengat kecil seperti semut iseng yang tidak sengaja hinggap di ujung jari, serentak pula takut mengaliri perasaan dan menajamkan lupa.
Lalu pagi itu, setelah terbengong-bengong mendengar pernyataan dokter untuk mulai menggerakkan sedikit jempul dan sendi diikuti belajar lagi menggunakan tongkat, misi sudah harus mulai. Ahhh….terlalu takut menghalangi usaha pertama. Ada tiga wilayah yang harus diatas. Pinggul sebelah kiri, tulang kering kaki kanan dan tumit kaki kanan. Ketiganya meminta perhatian saat satu gerakan dimulai. Tapi tidak pernah ada kemauan yang kuat daripada sekarang ini untuk memulai bergerak. Tiga hari setelahnya, misi pertama adalah duduk. Setengah hari kemudian menggoyangkan tumit. Sehari berikutnya menurunkan kaki, menjuntai ke bawah. Masih dengan bantuan si kemenakan. Sesekali masih terdengar gerutuan. Tentu karena sakit dan ketakutan. Jahitannya akan lepaslah, para danginger dan tulanger di dalam sana masih belum saling menerima, atau kalau jatuh bagaimana?
Hari ke tiga. Misi mandiri. Duduk sendiri. Menggerakkan tumit. Mengangkat sekian derajat kaki kanan. Aihhhh……duuhhhhh……Masih tidak tega dengan rasa sakit.
Setengah hari kemudian, tongkat. Ke kamar mandi. Masih ditemani. Jaraknya 20 kali kaki. Senang sekali menyentuh air.
Sore hari, tongkat dan kamar mandi. Kali ini sendiri. Jaraknya jadi 30 kaki. Gerutuan berkurang. Ternyata hanya butuh usaha sedikit dan no worries.
Tertidur … senyum pula….
Lalu donut datang lagi dengan kesegarannya. Ditambah kue jahe kiriman Ashley. Malam itu menguatkan ingatan, melawan takut dan memupuk keberanian. Sudah bisa bermimpi.
Steps Project – day 3,4 : Melawan takut untuk perubahan. Bergerak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar