Laman

Yogurt


Selasa, 17 Mei 2011

270 hari

Day 1 – Step Project

Dunia ini luas sekaligus sempit rasanya. Rasa pada lidah berbeda bukan tidak mungkin karena asal negaranya. Yang jelas kebutuhannya sama. Rasa lapar. Juga untuk kesehatan. Nah yang kedua ini yang mendesak lidahku untuk tidak mau mau, eh mau tidak mau harus merasakan cairan agak kental berwarna putih seperti warna putih di Microsoft word yang biasanya. Hm, mungkin lebih putih dari itu. Seingatku dulu, waktu SMU, semua warna putih adalah cool. Itu sebelum saya lebih dekat dengan hijau. Bukan hanya menandakan kalau warna putih itu suci seperti yang biasanya di doktrin oleh banyak penggemar pemakna warna tapi juga karena rasanya kalau memakai putih itu bersinar. Tapi cairan kental ini pernah saya dengar berulang kali kalau ada acara masak-masak di televisi, tapi belum pernah berani mencoba.

Sue, si penyebab penyerta semua ini (kita akan bicara tentangnya nanti berulang) bilang, tentu saja dalam bahasa Inggris :”yogurt itu pro biotik. Akan membantu mempertahankan bakteri positif dalam tubuhmu. Dokter memberikan obat antibiotik untuk proses pemulihan kakimu tapi itu berarti semua bakteri dalam tubuhmu baik yang baik maupun yang jahat akan dihilangkan, digusur. Yogurt is so good for you”

Aha. Jadi ada bakteri yang baik dan ada bakteri yang jahat. Seperti ada dokter yang baik (sudah termasuk cerdas dan terampil seperti dokter Wien yang operasi kaki saya) dan ada dokter yang jahat (mungkin waktu masuk sekolah kedokteran menyuap triliunan rupiah dan banyak bolosnya jadi banyak juga mall prakteknya). Rasanya seperti mendengar Sue sedang membantah semua iklan pembersih tangan di televisi untuk anak-anak kota yang katanya : membunuh semua kuman. Gambar perbandingan kuman yang mati lebih banyak di pembersih yang satu dibandingkan yang lain tentu tidak artinya mematikan semua bakteri biarpun bakteri itu “tidak bersalah”

Sue belum jelaskan untuk apa bakteri yang baik itu harus bertahan. Tapi saya melihatnya lahap memakan yogurt satu piring tiap hari. Ah, tidak menarik sama sekali. Tidak berwarna.Cuma putih. Coba kalau ada sedikit saja warna hijau, pasti saya tidak pikir begini terlalu lama. Seperti paham apa yang saya pikirkan, Sue meneruskan kampanyenya (tentu saja dalam bahasa inggris lagi) : “kamu bisa mencobanya dengan madu. Rasanya pasti lebih enak. Lagipula madu sehat dan bagus untuk kesembuhanmu”

Kata sehat dan bagus untuk kesembuhanmu sudah cukup untuk menyetop pikiran yang terlalu banyak analisa,itu kata Ndik, si kekasih. Jadi, pagi itu di tempat tidur,satu gelas besar air putih siap menemani kalau-kalau terjadi apa-apa. He eh, tetap saja kuatir sama rasanya. Sudah terlanjur terpengaruh dengan para chef yang bilang bahwa masakan yang sehat dan enak (bukan cuma enak) adalah masakan yang berwarna, karena pasti banyak vitaminnya. Dua sendok madu. Terlalu banyak. Ah, namanya juga baru pertama kali, kan madu juga baik  . enam sendok makan yogurt. Sambil tutup mata. Sluuuurrrrpp….

Pasti bakteri yang baik hati di dalam tubuhku sedang mengatup kedua tangan di depan dada mereka (hayo,katakanlah mereka punya dada) lalu berlutut (tentu saja punya lutut sepertinya) dan bilang: “terimakasih Love, sudah menyelamatkan nyawaku. Kami pasti akan berbakti lebih keras untuk kesembuhanmu, tuanku” yeeaaaahh…..

Lumayan…tidak perlu rasa yang sangat enak untuk hasil yang maksimal. Begitu bukan?bukankah para ahli obat tradisional selalu memberikan rasa yang pahit dalam racikan obat-obat mereka untuk segala macam penyakit? Yang jelas, yogurt lebih enak rasanya daripada jamu pencuci darah pahit tidak karuan mencekat leher yang diberikan ibu Wayan waktu itu.

Day 1 – selamatkan bakteri-bakteri baik dengan siraman yogurt tiap hari, dengan madu tentu saja. Lihat saja mungkin di hari ke 200 bisa tanpa madu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar