Laman

Manik-manik


Third Week

Pernah seseorang mengatakan (mungkin sekali mengutip kitab) dalam dialog di film “Segala sesuatu ada saatnya. Ada saat berduka, ada saat bergembira.Nikmati saat itu. Karena segala sesuatu tepat pada saatnya, indah pada waktunya”

Minggu ketiga pasca operasi, tidak pernah ada penyesalan bahwa waktu itu adalah sekarang. Bagaimanapun sebelumnya terasa berat dan egois hanya memikirkan satu kaki ini untuk dibawa khusus dalam pemulihan dan terapi sementara Sophia sedang senang-senang menggunakan lipstick diseluruh wajahnya, merengek minta kuteks, membujukku dengan jari telunjuknya sambil berkata serius “satu aja,mama” saat tahu ada permen di tas, ketika dia baru saja bisa mengeja huruf dan angka hampir fasih meskipun belum pernah kuajari serius, bersemangat menggambar di papan,kursi,dinding,karpet,kertas,buku atau mata berbinar seperti bintang ketika bermain masak-masak meniru gayaku memasak sambil berulang-ulang berkata “ Oppie bikin ini untuk mama ya. Supaya mama cepat sembuh”. Lalu, saat dia penuh semangat berlari-lari kecil mengambilkan tongkat “Oppie saja mama, Oppie saja ambil untuk mama”

Jadi, berada jauh darinya adalah hal yang paling menyesakkan. Maka tidak pernah menyesal mendengar keluhan banyak orang bagaimana saya tidak memperhatikan kesehatan sendiri, kaki yang mati dan mulai membusuk, selain menganggapnya sebagai sebuah kasih sayang.

Jadi,lagi, ketika saat ini kemudian harus tiba dimana jarak antar kota tidak lagi dalam satu pulau, memastikan bahwa Sophia aman dan nyaman adalah prioritas utama yang mengalirkan energi kesembuhan. Alih-alih merasa kuatir dengan keadaannya, jarak ini membuat belajar agar kami berdua dalam kondisi ini saling belajar tentang kasih sayang, cinta, yang tidak putus hanya karena jarak. Mendoakan. Saling berharap. Tak tergantikan.

Di usianya yang baru 3 tahun 7 bulan, sudah bisa menyampaikan pendapat dan argumentasi dengan caranya sendiri. “Oppie tidak mau begitu, karena Oppie begini… Jadi kabel telepon menghubungkan semua protes dan menyampaikan kabar. Sehingga menghilangkan ego seorang ibu yang mau agar anaknya begini begitu, dengan caranya dia membuatku bisa mengatakan “iya,nanti mama buat”

Minggu ketiga ini terasa lebih menyenangkan jika perasaan nyaman ini berasal darinya. Rasa jenuh yang sering melanda emosi hingga meradang karena tidak mampu melakukan aktivitas normal mulai menurun bersamaan dengan menurunnya berat kaki. Berat kaki sudah kembali normal setelah kunjungan kedua ke dokter. Normal seperti berat seperti sebelum operasi, ringan yang sama. Perbedaannya hanya pada alat peyangga berwarna putih yang diletakkan dibawah telapak kaki. Mencegah agar tidak jatuh lurus dalam kemiringan yang tidak dapat diterima oleh tanah untuk menjaga keseimbangan menapak. Rasa gatal yang katanya tanda mau sembuh juga sudah mulai muncul.

Rasa jenuh tidak lagi menghampiri sebaliknya menemui cara terbaik untuk menyeimbangkan saat yang tepat dan waktu yang indah ini. Sue dan Devin dengan penuh semangat, suatu hari, pulang dengan membawa kotak-kotak berisi warna-warni benda-benda kecil dan imut dari beragam model. Manik-manik.

Agenda harian setelah goyang tumit dan mengayun kaki adalah merangkai manik-manik indah. Kalung, gelang. Awalnya sulit, apalagi jika harus membandingkan kreativitas yang dihasilkan Devin dan Sue. Hari ketiga baru menemukan model. Hijau jadi andalan utama.
Yayyy…..!!minggu kedua menghasilkan 7 kalung indah dengan model yang tidak terbiasa. Brand color, hijau, as ussualy he he.

Sue cerita bahwa manik-manik adalah jenis terapi bagi perempuan di India. Aktivitas manik-manik ini membuat ruang terbuka bagi perempuan untuk bisa bercerita tentang kehidupannya dan impiannya, lalu menyatukan diri bergerak bersama mewujudkan mimpi-mimpi perempuan. Ini bukan aktivitas ekonomi yang bisa dihitung dengan ekonomi, tapi ruang ekspresi.

Devin, dengan sangat antusias akan datang setiap hari menunjukkan kreasi yang dibuatnya. Dia yang paling kreatif memadukan warna dan membuat design terbaru. Saya saja terkagum-kagum dan sudah menyatakan akan mengikuti modelnya. Ceritanya minta ijin untuk jadi plagiat design ha ha. Pernah suatu hari dia memborong semua kalungnya yang cantik dan penuh semangat dengan gayanya yang khas menjelaskan setiap satu kalung yang dibuatnya untuk setiap satu orang. Setiap satu orang menggambarkan kepribadiannya. Bukan lagi sekedar kalung tapi menjadikan kalung sebuah jembatan untuk mengapresiasi seseorang yang dikenalnya dengan baik. Kalung untuk orang yang pemalu, kalung untuk gadis kota, kalung untuk perempuan dewasa seorang pekerja dan seterusnya. Dia menjadikan setiap manik menjadi sebuah cerita.

Dan begitulah kemudian sesi manik menjadi bagian dari ini

Sejak minggu ketiga, setiap saat tangan bergelut dengan manik-manik dan dahi berkenyit memikirkan desain, keseimbangan, artistic, hingga ukuran berat setiap manik agar tidak tumpang tindih dengan yang lain, setiap saat itu pula kehidupan menjadi lebih terbuka bagi perempuan-perempuan yang tinggal di villa ini. Kursi bambu beralas bantal hijau seperti magnet untuk menyediakan waktu dengan tangan, pikiran dan perasaan secara bersamaan. Mengalirlah cerita-cerita lucu, beragam emosi. Pacar, teman, tetangga, orang tua, pekerjaan, rasa bosan, pacar yang pencemburu, a man, a boy, mimpi, cinta…

Dan, kaki kanan terus mengikuti irama, mengetuk.

Step Project : Manik-manik. Disetiap manik ada cerita tentang kita, saya. Cinta, juga . Terapi manik-manik mengalirkan cerita untuk misi penyelamatan kaki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar