
Hari-hari berjalan selalu dalam lingkar 24 jam. Pernah berusaha menemukan sejarah bagaimana penemuan 24 jam ini begitu mempengaruhi kehidupan setiap satu orang. Bahwa setiap satu hari yang 24 jam itu sekarang menjadi hitungan tetap bagi satu kaki yang sedang berjuang. Bahkan dihitung oleh Sophia dalam bentuk pertanyaan “berapa lama”, atau pernyataan “ kenapa lama sekali”
Tidak pernah membayangkan bahwa masa-masa di minggu kedua hari-hari 24 jam ini menjadi terasa sangat bersemangat tapi juga bersamaan dengan itu terasa lebih dari 24 jam. Setiap pagi adalah menyenangkan kaki. Memastikan visualisasi dan pain drain membantu proses yang sedang berjalan di dalam sana. Mandi, jadi aktivitas paling sulit. Dan menikmati matahari selalu menyenangkan. Dikelilingi orang-orang yang menganggap keluarga meski sibuk dengan urusan masing-masing. Merindukan yang hanya bisa diatasi dengan telepon. Mendengar suara dalam dua puluh atau lebih sedikit terasa membuat 24 jam jadi tidak lagi berat.
Minggu kedua, kaki sudah mulai ringan untuk digerakkan. Tapi pikiran seakan sudah ingin merasakan lantai di teras villa sudah tak sabar menunggu pijakan pertama. Sayangnya badan hanya bisa digiring di dalam ruangan. Bukan karena terlalu malas untuk bergerak di teras, tapi pekerja di sebelah villa mengejar target waktu selesaikan satu bangunan yang akhirnya akan menutupi jarak panjang Lokapala ke sawah. Suara gergaji, ketukan palu yang bertalu, sekap kayu, diselingi lagu-lagu Nike Ardilla dan Betharia Sonatha dari radio kecil yang digantung di lantai dua rumah baru itu membatalkan semua rencana bersenang-senang di Istana Lilo dan permadani teras villa.
Pandangan aneh dan ingin tahu dari pekerja, termasuk seorang anak kecil yang sepertinya ikut ibunya dalam rombongan pekerja itu, terasa menganggu jika mendengar celutukan mereka tentang para ekspatriat yang berseliweran di villa ini termasuk saya yang satu-satunya punya KTP Indonesia. Jadilah ruang ideal di teras Istana Lilo berpindah di kotak ruangan berukuran 6 x 6 dengan sofa bambu dengan alas warna hijau ini, dan computer Mac berukuran 24 inci, kerajaan kerja Sue.
Tetapi misi harus tetap berjalan. Atau rindu harus ditanggung.
Lagipula, ternyata, Celestine Manuscript just continuing. Minggu kedua, dengan kaki masih basah, jadwal ke dokter sekali dalam tiga hari, terapi pikiran dan energi yang terus berlangsung terjadwal rapi, masa depan berdatangan dalam diskusi-diskusi inspiratif yang diumpan oleh para ekspatriat dalam masing-masing jaringan mereka.
Perpustakaan keliling dan beasiswa untuk anak-anak pasca konflik terus berlangsung dalam diskusi yang menyegarkan. Eco-tourism, …. Others..
Tetapi kenapa menulis menjadi berat?(ah nanti kuceritakan lagi)
Step Project: Menulis lagi. Warisan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar